Kamis, 25 Februari 2016

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Karyawn Kontrak Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

METODE PENELITIAN

            Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang pengertian metode penelitian hukum yang diambil dari berbagai sumber.
Ø  Pengertian metode penelitian
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Metodologi penelitian menurut wikipedia  adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin  Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian.

Istilah metode penelitian terdiri atas dua kata, yaitu kata metode dan kata penelitian. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Adapun pengertian penelitian adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data dilakukan secara ilmiah, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, eksperimental maupun non eksperimental, interaktif maupun non interaktif.

Pengertian Metode Penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan. Metode penelitian ini sering dikacaukan dengan prosedur penelitian atau teknik penelitian. Hal ini disebabkan karena ketiga hal tersebut saling berhubungan dan sulit dibedakan.

Metode penelitian membicarakan megenai tata cara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan dalam mengukur atau mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode penelitian melingkupi prosedur penelitian dan teknik penelitian.

Metode penelitian adalah cara alamiah untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Jadi setiap penelitian yang dilakukan itu memiliki kegunaan serta tujuan tertentu. Umumnya tujuan dari penelitian itu ada 3 macam yaitu :
•          Bersifat penemuan
•          Bersifat pembuktian
•          Bersifat pengembangan

Penemuan yang berarti itu datanya benar-benar baru yang memang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan pembuktian yang berarti itu datanya bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau informasi tertentu. Sementara untuk pengembangan yang berarti itu bisa memperluas dan memperdalam pengetahuan yang ada.

Dengan melalui suatu penelitian, manusia bisa menggunakan atas hasil yang didapatkannya. Secara umum data yang didapat dari suatu penelitian bisa digunakan untuk memecahkan, memahami serta untuk mengantisipasi masalah. Maksudnya memahami di sini yaitu memperjelas informasi atau masalah yang sebelumnya tidak diketahui dan kemudian menjadi tahu. Sedangkan memecahkan maksudnya meminimalkan atau bahkan menghilangkan masalah sementara mengantisipasi adalah berupaya agar tidak terjadi lagi masalah.

Pada dasarnya metode penelitian bisa dibagi menjadi dua yaitu :
  • Bersifat kuantitatif
Untuk metode kuantitatif juga disebut dengan metode positivistik dikarenakan berasaskan pada filsafat positivisme. Selain itu metode ini juga dikenal dengan metode scientific atau metode ilmiah dikarenakan sudah memenuhi kaidah ilmiah seperti empiris, terukur, objektif, sistematis dan rasional. Metode ini disebut juga dengan metode discovery dikarenakan metode jenis ini bisa dikembangkan dan ditemukan berbagai iptek baru. Metode yang juga mendapat sebutan metode kuantitatif karena datanya berupa angka  dan analisis menggunakan statistik.
  • Bersifat kualitatif
Untuk metode kualitatif juga disebut dengan metode postpositivistik dikarenakan berasaskan pada filsafat postpositivistik. Selain itu metode ini disebut dengan metode artistik dikarenakan proses penelitian yang dilakukan cenderung bersifat seni atau kurang terpola. Tidak hanya itu sebutan lain dari metode ini yaitu metode penelitian naturalistik dikarenakan penelitian yang dilakukan dalam kondisi alamiah dan metode ini kebanyakan digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya. Sebenarnya mengapa disebut dengan metode kualitatif dikarenakan data yang dikumpulkan serta analisisnya cenderung bersifat kualitatif.

Ø  Pengertian metode penelitian menurut para ahli
·        Menurut Nazir, seorang peneliti sebelum melaksanakan penelitian, sebaiknya menjawab terlebih dahulu tiga buah pertanyaan, yaitu :

1. Urutan kerja apakan yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian ?
2. Alat-alat apakah yang akan digunakan dalam mengukur atau mengumpulkan data ?
3. Bagaimana melakukan penelitian tersebut ?

·        Menurut kamus Webster Internasional :
Penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip.
·        Menurut Ilmuwan Hillway:
Penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.
·        Menurut Parsons :
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (Inquery) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.
·        Menurut Jhon :
Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum
·        Menurut Dewey :
Penelitian adalah transformasi yang terkendalikan atau terarah dari situasi yang dikenal dalam kenyatan-kenyataan yang ada padanya dan hubungannya, seperti mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu keseluruhan yang bersatu padu.
·        Menurut Woodey :
Penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran yang merupakan sebuah pemikiran kritis.
·        Menurut KBBI :
Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.
·        Menurut Sugiyono
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
·        Menurut Nana Syaodih Sukmadinata
Metode penelitian sebagai rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosoif dan ideologis.
·        David H Penny
Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
·        Suprapto
Penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan fakta –fakta atau prinsip-prisip dengan sabar, hati-hati, serta sistematis.
·        Sutrisno Hadi
Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembaggkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
·        Mohammad Ali
Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau asaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.
·        Menurut Hilway
Mengatakan bahwa Penelitian itu tidak lain dari suatu metode study yang dilakukan oleh seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati, dengan sempurna terhadap suatu masalah.
·        Menurut Widneiy
Mengatakan bahwa penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran sehingga penelitian itu juga merupakan metode penelitian secara kritis.


Dari pengertian di atas kita dapat mengetahui bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Secara lebih luas lagi Sugiyono[3] menjelaskan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.

Ø  Metode penelitian hukum

            penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan dasar pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Untuk kemudian diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut dan mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

Menurut SOERJONO SOEKANTO,  penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Menurut SOETANDYO WIGNYOSOEBROTO, penelitian hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer)  dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkererandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada.
Menurut T. M. RADHIE, penelitian dalam ilmu hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasi fakta serta hubungan di lapangan hukum dan di lapangan lain-lain yang relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah unutuk menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut.
Menurut Peter Mahmud Marzuki (2011 : 35), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Jenis Pendekatan

Penelitian hukum mengenal beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengkaji setiap permasalahan. jenis-jenis pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

1.     Pendekatan Undang-undang (statute approach)
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani(Ibid., 2011 : 93). Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.
Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid., 2011 : 93-94)
Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu mengungkap kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu. Memahami kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. (Ibid.)

2.     Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. (Ibid., 2011 : 94)
Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan suatu studi dari berbagai aspek hukum. (Ibid.)

3.     Pendekatan Historis (Historical Approach)
Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari. Pendekatan historis ini diperlukan kalau memang peneliti menganggap bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu dilahirkan, dan memang mempunyai relevansi dengan masa kini. (Ibid., 2011 : 94-95)

4.     Pendekatan Komparatif (Comparative Approach)
Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama. (Ibid., 2011 : 95)
Kegunaan dalam pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang itu. Dengan demikian perbandingan tersebut, peneliti akan memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan undang-undang di beberapa negara. Hal ini sama juga dapat dilakukan dengan memperbandingkan putusan pengadilan antara suatu negara dengan negara lain untuk kasus serupa. (Ibid.)

5.     Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid.)

Berkaitan dengan uraian mengenai pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum, penulis sedikit tertarik dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan historis (sejarah) dan pendekatan komparatif (perbandingan). Peter de Cruz mempunyai pendapat lain terhadap kedua macam pendekatan tersebut. Dalam bukunya yang berjudul Comperative Law in a Changing World yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law, dan Socialist Law” (2010 : 14), menjelaskan bahwa sejarah hukum adalah sebuah kondisi yang sangat vital  bagi sebuah evolusi kritis terhadap hukum dan sebuah pemahaman tentang pengoperasian konsep-konsep hukum yang merupakan tujuan utama dari hukum komparatif. Seperti itu yang telah ditemukan oleh sejumlah ahli hukum, sejarah hukum komparatif adalah hukum komparatif vertikal, dan perbandingan dari sistem-sistem hukum modern adalah hukum komparatif horizontal.
Berdasarkan pendapat Peter de Cruz di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan historis merupakan pendekatan perbandingan yang bersifat horizontal, yaitu mempelajari sejarah terciptanya suatu norma  yang tertuang di dalam suatu perundang-undangan. Sedangkan pendekatan komparatif itu sendiri bersifat vertikal, yaitu pendekatan yang mempelajari perbandingan norma dalam undang-undang antara sistem hukum di beberapa negara. Untuk itu penulis dapat memberi pendapat bahwa, pendekatan historis dan komparatif merupakan satu kesatuan dari perbandingan sistem hukum.
Selain pendekatan-pendekatan dalam melakukan penelitian hukum tersebut di atas, menurut Johnny Ibrahim (2012) pendekatan lainnya yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum selain yang disebutkan oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu Pendekatan Analitis (analytical approach) dan Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach).
Maksud utama dari Pendekatan analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan hukum. hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. pertama, sang peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan. kedua, mengkaji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktek melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. (Johnny Ibrahim, 2012 : 310)
Pengertian hukum (rechtsbegrip) menduduki tempat penting, baik yang tersimbolkan dalam kata yang digunakan maupun yang tersusun dalam sebuah aturan hukum, tidak jarang sebuah kata atau definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya. kemungkinan, makna yang pernah diberikan kepada suata kata atau definisi tersebut sudah tidak memadai, baik oleh perkembangan zaman atau untuk memenuhi kepentingan sifat sebuah system yang all-inclusive sehingga diperlukan pemberian makna yang baru pada kata atau definisi yang ada, karena ketepatan makna diperlukan demi kepastian hukum sementara itu menemukan makna (begrip) pada kata atau sefinisi hukum merupakan kegiatan keilmuan hukum aspek normatif. (Ibid., hal. 310-311)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. Misalnya, konsep yuridis tentang subyek hukum, obyek hukum, hak milik, perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli, wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, delik dan sebagainya. (Ibid., hal. 311)
Pendekatan yang selanjutnya digunakan dalam penelitian adalah pedekatan filsafat. Dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, penjelajah filsafat akan mengupas isu hukum (legal issue) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupas secara mendalam. Socrates pernah mengatakan bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawap pertanyaan yang diajukan, tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. dengan demikian penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran ontologis, ajaran tentang hakikat, aksiologis (ajaran tentang nilai), epistimolois (ajaran tentang pengetahuan), telelogis (ajaran tentang tujuan) untuk menjelaskan secara mendalam sejauh dimungkinkan oleh pencapaian pengetahuan manusia. (Ibid., hal. 320)
Pengetahuan filsafat dimulai dengan sikap ilmuan yang rendah hati, berani mengoreksi diri, berterus terang dalam memberikan dasar pembenaran terhadap njawaban atas pertanyaan apakah ilmu yang dikuasai saat ini telah mencakup segenap pengetahuan yang ada, pada batasan manakah ilmu itu dimulai dan pada batasan mana ia berhenti, dan apakah kelebihan dan kekurangan ilmu itu. (Ibid.)
Berdasarkan ciri filsafat tersebut, dibantu dengan pendekatan (approach) yang tepat, seyogyanya dapat dilakukan apa yang dinamakan oleh Ziegler sebagai Fundamental Research, yaitu suatu penelitian yang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap imlikasi sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum.(Ibid., hal. 320-321)

Ø Sumber-sumber Dalam Penelitian hukum

Setiap penelitian ilmiah mempunyai sumber-sumber sebagai bahan rujukan guna mendukung argumentasi peneliti. Berbeda dengan sumber-sumber rujukan yang ada pada penelitian di bidang ilmu lain, dalam penelitian hukum yang bersifat normatif tidak mengenal adanya data (Ibid., 2011 : 141). Sumber rujukan penelitian hukum normatif sendiri berasal dari bahan hukum yang penulis sebagai berikut:

 1.      Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim. Untuk bahan hukum primer yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar (UUD) karena semua peraturan di bawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh bertentangan dengan UUD. Bahan hukum primer yang selanjutnya adalah undang-undang. Undang-undang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. Sejalan dengan undang-undang, untuk tingkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda) yang mempunyai otoritas tertinggi untuk tingkat daerahnya karena dibuat oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan daerah. Bahan hukum primer yang dibawah otoritas undang-undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau peraturan suatu Badan atau Lembaga Negara sebagai mana disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan untuk tingkat daerah, Keputusan Kepala Daerah mempunyai otoritas yang lebih rendah dibandingkan Perda. (Ibid., 2011 : 141-142)
Bahan hukum primer disamping perundang-undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan. Putusan pengadilan merupakan konkretisasi dari perundang-undangan. Putusan pengadilan inilah sebenarnya merupakan law ini action. (Ibid.)

2.      Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. (Loc.Cit.)
Menurut penulis, bahan hukum sekunder pula memiliki tingkatan yang didasarkan pada jenisnya. Hal tersebut dapat diketahui bahwa bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi (Ibid. 2013 : 142). Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan baik tentang hukum dalam buku atau-pun jurnal-jurnal. Tulisan-tulisan hukum tersebut berisi tentang perkembangan atau isu-isu aktual mengenai hukum bidang tertentu (Ibid. 2013 : 143).

     Selain kedua jenis bahan hukum tersebut di atas, untuk keper-lukan penelitian seorang peneliti dapat pula merujuk beberapa rujukan yang berasal dari bahan-bahan non-hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki (Ibid.), bahan-bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan, atau pun laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Relevan atau tidaknya bahan-bahan non-hukum bergantung dari peneliti terhadap bahan-bahan itu.

Ø  Metode penelitian hukum Berdasarkan fokus kajiannya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan fokus kajiannya terbagi menjadi tiga bagian yakni:
Metode penelitian normatif
Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman diantara para ahli hukum. Diantara pendapat beberapa ahli hukum, yakni Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan[1]. Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doctrinal[2]. Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif[3]. dan Ronny Hanitjo Soemitro (Almarhum), menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang doctrinal[4].
Metode penelitian hukum jenis ini juga biasa disebut sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada pada perpustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Hal ini disebabkan pada penelitian normatif fokus pada studi kepustakaan dengan menggunakan berbagai sumber data sekunder seperti pasal-pasal perundangan, berbagai teori hukum, hasil karya ilmiah para sarjana.
Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.  Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas.
Penelitian Hukum Normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka[5]. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas serta prinsip-prinsip syariah yang digunakan untuk mengatur perbankan syariah, khususnya sistem pembiayaan murabahah. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus)[6

Dalam kaitannya dengan penelitian normatif di sini akan digunakan beberapa pendekatan, yaitu :

1.    Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
Pendekatan perundang-undangan (statute approach)adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan pembiayaan murabahah di perbankan syariah, seperti : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, tentang Bank Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/19/PBI/2007, tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah dan peraturan organik lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

2.    Pendekatan Konsep (conceptual approach)
Pendekatan konsep (conceptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang : pembiayaan murabahah, akad (perjanjian). Dengan didapatkan konsep yang jelas maka diharapkan penormaan dalam aturan hukum kedepan tidak lagi terjadi pemahaman yang kabur dan ambigu.

Metode penelitian normatif-empiris
 Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yakni:
a.       Non judicial Case Studymerupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
b.      Judicial Case Studypendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian (yurisprudensi).
c.       Live Case Studypendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.

Metode penelitian empiris
Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.
Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir[8]. Cara kerja dari metode yuridis sosiologis dalam penelitian tesis ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan pengujian secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam masyarakat. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi.

Berikut ini merupakan daftar perbandingan antara penelitian hukum normatif dan empiris.

TAHAP PENELITIAN
PENELITIAN HUKUM NORMATIF
PENELITIAN HUKUM EMPIRIS
Metode pendekatan
Normatif/ juridis, hukum diidentifikasikan sebagai norma peraturan atau undang-undang (UU)
Empiris/ sosiologis, hukum diidentifikasikan sebagai perilaku yang mempola
Kerangka teori
Teori-teori intern tentang hukum seperti undang-undang (UU), peraturan pemerintah.Pembuktian melalui pasal.
Teori sosial mengenai hukum atau teori hukum sosiologis.Pembuktian melalui masyarakat.
Data
Menggunaan data skunder (data yang diperoleh dari studi kepustakaan)
Menggunakan data primer (data yang diperoleh langsung dari kehidupan masyarakat dengan cara wawancara, observasi, kuesioner, sample dan lain-lain)
Objek kajian
Hukum positif (aspek internal)
Aspek internal dari hukum positif
Optik yang digunakan
Preskriptif
Netral, objektif, deskriptif
Teknik pengumpulan data
Data skunder dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan.Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara
Dasar untuk menganalisis
Norma, yurisprudensi, dan doktrin
Teori-teori sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum atau teori-teori sosial
Logika berfikir
Deduktif
Induktif
Tujuan
Membuat keputusan/ menyelesaikan masalah
Deskriptif, ekplanatif (memahami), prediktif
Bentuk analisis
Logis normatif (berdasarkan logika dan peraturan UU), silogisme (menarik kesimpulan yang telahada), kualitatif
Kuantitatif (kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka)

 Berdasarkan Sudut Bentuknya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut bentuknya terbagai menjadi:

  • Metode Penelitian Diagnostik
Metode penelitian diagnostik merupakan metode penelitian yang dirancang dengan menuntun seorang peneliti ke arah suatu tindakan, sehingga dengan metode penelitian ini peneliti akan di arahkan pada sebab-sebab timbulnya suatu gejala.

  • Metode Penelitian Preskriptif
Menurut Prasetyo Hadi Purwandaka (2009:4) penelitian preskriptif merupakan penelitian untuk mendapatkan saran-saran dalam mengatasi masalah tertentu. Tidak berbeda halnya dengan dengan penulis buku Pengantar Penelitian Hukum (1981:10) yakni Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa penelitian preskriptif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.

  • Metode Penelitian Evaluatif
Metode penelitian evaluatif adalah penelian yang bertujuan untuk menilai baik penelitian tersebut melalui pengujian maupun melalui analisis hubungan yang terjadi pada antar variabel.

 Berdasarkan Sudut Penerapannya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut penerapannya, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  • Penelitian Murni,
Penelitian murni merupakan salah satu jenis penelitian sosial yang memiliki orientasi pada bidang akademis.

  • Penelitian Terapan,
Menurut Maryati dalam buku sosiologi penelitian terapan merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahn tertentu secara praktis.

  • Fokus Masalah,
Merupakan penelitian yang ditujukan pada suatu permasalahan yang sedang ramai dibicarakan masyarakat luas.

 Berdasarkan Sudut Tujuannya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut tujuannya, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  • Penelitian Fact Finding
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan berbagai fakta yang ada dari suatu permasalahan
  • Penelitian Problem Identification
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pokok permasalahan dari tema/ permasalahan yang diteliti.

  • Penelitian Problem Solution
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan dengan mencari solusinya.

Ø  LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan pada perbankan syariah di Kota Mataram, yaitu di Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Mataram dan Bank Syariah BRI Cabang Mataram, dengan pertimbangan bahwa Bank Muamalat Indonesia adalah merupakan bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia, sedangkan Bank Syariah BRI sebelumnya adalah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Rakyat Indonesia yang kemudian dipisahkan dan berdiri sendiri sebagai Bank Umum Syariah (BUS), sehingga menarik untuk diteliti, apakah dengan perubahan dari UUS menjadi BUS akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan operasional bank tersebut.

Ø  SUMBER DATA/ BAHAN HUKUM
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder (secondary data) dan data primer (primary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan data primer ialah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.  Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari :

a)      Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti :
1.      Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah.
3.      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan.
4.      Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, tentang Bank Indonesia.
5.      Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/19/PBI/2007, Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kagiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
6.      Fatwa Dewan Syariah Nasional.

b)             Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer[13], seperti: Tafsir Al-Qur’an, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar.

c)             Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab, serta kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah hukum, ekonomi, dan perbankan.

Ø  TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah studi kepustakaan; pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan daftar pertanyaan (kuesioner)[14]. Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a.       Studi Kepustakaan
Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam, peraturan perundang-undangan, rancangan undang-undang, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah seminar yang berhubungan dengan pembiayaan murabahahpada perbankan syariah.
b.      Wawancara (interview)
Terhadap data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview)[15]  atau tidak terstruktur(free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) guna mencari jawaban atas pelaksanaan akad pembiayaan dengan prinsip murabahahpada perbankan syariah di Mataram.

Ø  TEKNIK ANALISIS DATA
Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.


Berikut ini adalah contoh tulisan metode penelitian hukum yang di ambil dari  www.pazrilawyer.com

A. JUDUL  :  EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA

B. LATAR BELAKANG                                   
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat oleh Presiden (dengan bantuan Menteri, Pemerintah, tanpa DPR). Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945  menyatakan: “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”. Oleh karena perdebatan dalam DPR memakan waktu yang lama dan dengan demikian tidak dapat dijalankan suatu Pemerintahan yang efisien maka untuk mengatur selekas-lekasnya suatu keadaan yang genting, yang darurat, Presiden diberi kuasa (wewenang) membuat sendiri yaitu tanpa kerjasama dengan DPR suatu peraturan bertingkatan undang-undang. Perpu lahir dikala negara, khususnya Indonesia mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa. mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini juga menjadi salah satu pembahasan dalam Hukum Tata Negara, yaitu mengenai Hukum Tata Negara Darurat. Hukum Tata Negara Darurat ialah: Rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam ke dalam kehidupan kehidupan biasa atau normal.


Wewenang Presiden menetapkan Perpu adalah kewenangan yang luar biasa di bidang perundang-undangan, sedangkan wewenang ikut membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden adalah wewenang biasa. Dalam praktik sistem perundang-undangan yang berlaku, Perpu merupakan jenis peraturan perundang-undangan tersendiri. Secara praktis penggunaan sebagai nama tersendiri dimaksudkan untuk membedakan dengan PP yang bukan sebagai pengganti undang-undang atau PP. Menurut UUD 1945, Perpu adalah PP yang ditetapkan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
Pada  saat lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, pengaturan mengenai perpu terdapat pada Pasal 7 ayat 1 dengan urutan yang itu dari  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Konsep Perpu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat sementara tidak berlaku adagium untuk “menggantikan perpu tersebut atau untuk menghapus perpu tersebut”, tetapi hanya adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi”. Perpu tidak dapat dicabut dengan Perpu serupa karena Perpu yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan perpu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ihkwal kegentingan yang memaksa. Perpu yang dicabut harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perpu tentang pencabutan Perpu tersebut.
Undang- Undang Dasar Negara Republok Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 22 menegaskan, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah harus dicabut.” Ketentuan dalam Pasal 22 tersebut mengisyaratkan apabila keadaannya lebih genting dan amat terpaksa dan memaksa, tanpa menunggu adanya syarat-syarat yang ditentukan lebih dahulu oleh dan dalam suatu undang-undang, serta bagaimana akibat-akibat yang tidak sempat ditunggu dan ditetapkan dalam suatu undang-undang, Presiden berhak menetapkan Perppu sekaligus menyatakan suatu keadaan bahaya dan darurat.[1]
Unsur “kegentingan yang memaksa” harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu: (1) Ada krisis (crisis), dan (2) Kemendesakan (emergency). Suatu keadaan krisis apabila terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness) apabila tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun terhadap jalannya pemerintahan.[2]
Menurut Jimly Asshiddiqie, syarat materiil untuk penetapan Perppu itu ada tiga, yaitu:[3] Ada kebutuhan yang mendesak untuk bertindak atau reasonable necessity; Waktu yang tersedia terbatas (limited time) atau terdapat kegentingan waktu; dan Tidak tersedia alternatif lain atau menurut penalaran yang wajar (beyond reasonable doubt) alternatif lain diperkirakan tidak akan dapat mengatasi keadaan, sehingga penetapan Perppu merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan tersebut.
Hal ikhwal keadaan yang memaksa itu tidak selalu membahayakan. Segala sesuatu yang “membahayakan” tentu selalu bersifat “kegentingan yang memaksa,” tetapi segala hal ikhwal kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan. Oleh karena itu, dalam keadaan bahaya menurut Pasal 12, Presiden dapat menetapkan Perpu kapan saja diperlukan, tetapi, penetapan Perpu oleh Presiden tidak selalu harus berarti ada keadaan bahaya lebih dulu. Artinya, dalam kondisi negara dalam keadaan normal pun, apabila memang memenuhi syarat, Presiden dapat saja menetapkan suatu Perpu.[4]
Perkataan “kegentingan yang memaksa” dapat dikatakan berkaitan dengan kendala ketersediaan waktu yang sangat terbatas untuk menetapkan suatu undang-undang yang dibutuhkan mendesak sehingga sebagai jalan keluarnya Presiden diberikan hak dan fasilitas konstitusional untuk menetapkan Perppu untuksementara waktu. Hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini hanya mengutamakan unsure kebutuhan hukum yang bersifat mendesak (proporsional legal necessity), sementara waktu yang tersedia sangat terbatas (limited time) dan tidak memungkinkan untuk ditetapkannya undang-undang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hukum itu. Sementara itu, soal ancamannya terhadap keselamatan jiwa, raga, kekayaan, ataupun lingkungan hidup tidak dipersoalkan.[5]
Pada hakekatnya Perppu sama dan sederajat dengan Undang-Undang, hanya syarat pembentukannya yang berbeda. Oleh karena itu, penegasan dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa materi muatan Perppu sama dengan materi muatan Undang-Undang. Menurut Jimly Asshiddiqie, sebagai konsekuensi telah bergesernya kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) baru juncto Pasal 5 ayat (1) baru UUD 1945, maka kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif makin dipertegas. Oleh karena itu, semua peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden haruslah mengacu kepada Undang-Undang dan UUD, dan tidak boleh lagi bersifat mandiri seperti Keputusan Presiden di masa lalu. Satu-satunya peraturan yang dikeluarkan Presiden/Pemerintah yang dapat bersifat mandiri dalam arti tidak untuk melaksanakan perintah Undang- Undang adalah berbentuk Perppu yang dapat berlaku selama-lamanya 1 tahun. Untuk selanjutnya Perppu tersebut harus diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR. Jika DPR menolak menyetujui Perppu tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 Presiden harus mencabutnya kembali dengan tindakan pencabutan. Ketentuan pencabutan ini agar lebih tegas, sebaiknya disempurnakan menjadi ’tidak berlaku lagi demi hukum. Pembatasan jangka waktu dan persetujuan DPR mengandung berbagai makna kewenangan membuat Perpu memberikan kekuasaan luar biasa kepada Presiden.
Menurut Bagir Manan, di sini tidak berlaku adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.” Perppu tidak dicabut dengan Perppu (serupa) karena.[6] Perppu yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan Perppu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Perppu yang dibuat harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perppu tentang ppencabutan Perppu. Hal ini tidak praktis. Untuk mengatasi kesulitan di atas, setiap Perppu hendaknya dicabut dengan undang-undang. Jadi, apakah Perppu akan disetujui menjadi undang-undang atau akan dicabut harus diajukan ke DPR dalam bentuk Rancangan Undang-Undang dan diberi bentuk undang-undang.[7] Dengan menggunakan kewenangan itu, Presiden secara sepihak dapat mencabut undang-undang yang masih berlaku atau mengatur sesuatu hal yang seharusnya ditetapkan dengan undang-undang. Mengingat bahwa, dalam instansi pertama, tidak ada jabatan lain yang berwenang menguji apakah betul terdapat gejala darurat atau tidak sehingga pengeluaran Perppu itu tergantung sepenuhnya kepada penilaian subjektif Presiden. Artinya apabila kita melihat upaya penyelamatan Mahkamah Konstitusi dengan menerbitkan Perpu sepenuhnya penilaian subjektif presiden yang menganggap hal tersebut merupakan hal yang dianggap ikhwal dan genting.  Berdasarkan dari  dari pemikiran yang telah diuraikan diatas, Penulis kemudian tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai permasalahan tersebut ke dalam sebuah penulisan tesis hukum yang berjudul : EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini dirumuskan pada persoalan sebagai berikut :
1.      Bagaimana Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia?
2.      Bagaimana Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)?
 
D.    TUJUAN
1. Tujuan Teoritik :
a)      Mengetahui dan mendapatkan gambaran yang tentang  Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia, yang dijabarkan dalam sub isu antara lain Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
b)      Mengetahui tentang Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang dijabarkan dalam sub isu antara lain melui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah Konstitusi.

2. Tujuan Praktik :
a)      Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan peneliti hukum juga bagi pengembangan hukum tata negara.
b)      Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
c)      Untuk dijadikan bahan masukan dan acuan bagi para praktisi dan pengusaha serta masyarakat luas yang menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan masalah ini.
 E.     METODE
1.      Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literatur-literatur dan bahan-bahan referensi lainnya yang berhubungan dengan Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
Pendekatan
Penulis akan   menggunakan   pendekatan  perundang-undangan  (statute aproach)  dalam   penulisan   tesis ini karena ini adalah suatu penulisan yang   didasari   pada kekaburan norma  disamping menginventarisasi norma oleh sebab itu penulis   memilih menggunakan  pendekatan perundang-undangan selain itu penulis juga menggunakan pendekatan   Konseptual (conceptual approach)  untuk   memperoleh  kejelasan dan pembenaran  ilmiah    mengenai   Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.

Langkah Penulisan
a.       Pemilihan tema atau isu hukum, isu hukum dalam  penulisan tesis ini adalah mengenai Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia. Penulis memilih isu hukum tersebut karena permasalahan   Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang dijabarkan dalam sub isu antara lain melalui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah Konstitusi.
b.      Penulis mengkonsultasikan   dengan  dosen pembimbing berkenaan dengan judul dan isu hukum.
c.       Melakukan studi kepustakaan menggunakan metode sistematis.
4.      Jenis Bahan Hukum
Bahan   hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu :
a.       Bahan hukum primer yang terdiri dari :
1.      Undang Undang Dasar 1945.
2.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
 b. Bahan Hukum Sekunder
Literatur-literatur, jurnal hukum, hasil penelitian dan artikel-artikel hukum yang berkaitan  dengan pokok permasalahan dalam penulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari :
- Kamus Hukum
- Kamus Bahasa Indonesia
5.  Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini peneliti mengolah dan menganalisis bahan hukum dengan langkah berpikir sistematis, dimana bahan hukum primer dianalisis dengan langkah-langkah normatif dan dilanjutkan dengan pembahasan secara deskriftif analitik, terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan mengacu terhadap pokok bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan penelaahan dengan mengacu kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang istilah-istilah.
Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu menelaah peraturan perundang-undangan dimaksud.
 F.     PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA
Dalam penulisan tesis ini,  penulis   membagi  penelitian kedalam 4 (empat) bab, yang mana setiap  bab terdiri dari sub-sub bab guna  memberi penjelasan  yang  sistematis  dan  efektif.
Pada Bab I penulis  memulainya  dengan  PENDAHULUAN, di dalam pendahuluan  terdapat  latar  belakang  masalah  mengapa  penulis  mengangkat judul tesis ini, rumusan masalah guna membatasi permasalahan agar tidak melebar, tujuan penulisan yang ingin di capai, metode yang penulis gunakan dalam meneliti di dalamnya terdapat penjelasan menganai tipe penelitian, pendekatan, langkah penulisan, dan  bahan hukum.  Kemudian  di sambung dengan pertanggungjawaban  sistematika.
Pada Bab II penulis  melakukan  PEMBAHASAN  I  atau pembahasan untuk permasalahan atau rumusan masalah  yang pertama yaitu Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
Untuk Bab III  penulis   melakukan  PEMBAHASAN  II  atau   pembahasan untuk permasalahan  atau  rumusan  masalah  yang  ke dua yaitu Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
Pada Bab IV adalah  PENUTUP   yang di  dalamnya  terdapat    kesimpulan dari penelitian tesis dan untuk  menyempurnakannya  penulis memberikan saran.

G. RANCANGAN SUSUNAN BAB

BAB I                         PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Perumusan Masalah
C.     Tujuan Penelitian
D.    Metode Penelitian
E.     Pertanggung Jawaban Sistematika
F.      Rancangan Susunan BAB
G.    Bahan-bahan awal
BAB II.            EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA
A.    Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
B.     Teori Perundang-undangan dalam sistem norma hukum negara Republik Indonesia
BAB III            PROSEDUR PENOLAKAN DAN BENTUK HUKUM YANG DIPERGUNAKAN UNTUK PENCABUTAN PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
A.    Prosedur Penolakan  dan Pencabutan Perpu
B.     Political Review Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) upaya pembatalan Perpu.
BAB IV          PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran

DAFTAR ISI
Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Pusat studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 282.



Sumber tulisan :
www.pengertianpakar.com / MPH
www.cangcot.net > informasi pendidikan
widshudata.weebly.com / MPH
www.academia.edu
belajar.dedeyahya.web.id
www.dosenpendidikan.com
fikihpodungge.blogspot.com
perpustakaanfaiunlat.blogspot.com

www.pazrilawyer.com / contoh tulisan MPHA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar