METODE
PENELITIAN
Dalam pembahasan ini penulis akan
menguraikan tentang pengertian metode penelitian hukum yang diambil dari
berbagai sumber.
Ø Pengertian metode penelitian
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau
jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Metodologi penelitian menurut wikipedia adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan
oleh pelaku suatu disiplin Metodologi juga merupakan analisis
teoritis mengenai suatu cara atau metode. Merupakan suatu penyelidikan
yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu
usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang
memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari
berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian.
Istilah metode
penelitian terdiri atas dua kata, yaitu kata metode dan kata penelitian. Kata
metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau menuju
suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara
kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai
upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
dan termasuk keabsahannya. Adapun pengertian penelitian adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data dilakukan secara ilmiah,
baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, eksperimental maupun non
eksperimental, interaktif maupun non interaktif.
Pengertian Metode
Penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan.
Metode penelitian ini sering dikacaukan dengan prosedur penelitian atau teknik
penelitian. Hal ini disebabkan karena ketiga hal tersebut saling berhubungan
dan sulit dibedakan.
Metode penelitian
membicarakan megenai tata cara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur
penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan dalam mengukur atau
mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode penelitian melingkupi
prosedur penelitian dan teknik penelitian.
Metode penelitian
adalah cara alamiah untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu.
Jadi setiap penelitian yang dilakukan itu memiliki kegunaan serta tujuan
tertentu. Umumnya tujuan dari penelitian itu ada 3 macam yaitu :
• Bersifat penemuan
• Bersifat penemuan
• Bersifat pembuktian
• Bersifat pengembangan
Penemuan yang
berarti itu datanya benar-benar baru yang memang sebelumnya belum pernah
diketahui, sedangkan pembuktian yang berarti itu datanya bisa digunakan untuk
membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau informasi tertentu. Sementara
untuk pengembangan yang berarti itu bisa memperluas dan memperdalam pengetahuan
yang ada.
Dengan melalui
suatu penelitian, manusia bisa menggunakan atas hasil yang didapatkannya.
Secara umum data yang didapat dari suatu penelitian bisa digunakan untuk
memecahkan, memahami serta untuk mengantisipasi masalah. Maksudnya memahami di
sini yaitu memperjelas informasi atau masalah yang sebelumnya tidak diketahui
dan kemudian menjadi tahu. Sedangkan memecahkan maksudnya meminimalkan atau
bahkan menghilangkan masalah sementara mengantisipasi adalah berupaya agar
tidak terjadi lagi masalah.
Pada dasarnya
metode penelitian bisa dibagi menjadi dua yaitu :
- Bersifat kuantitatif
Untuk metode kuantitatif juga disebut dengan metode positivistik
dikarenakan berasaskan pada filsafat positivisme. Selain itu metode ini juga
dikenal dengan metode scientific atau metode ilmiah dikarenakan sudah memenuhi
kaidah ilmiah seperti empiris, terukur, objektif, sistematis dan rasional.
Metode ini disebut juga dengan metode discovery dikarenakan metode jenis ini
bisa dikembangkan dan ditemukan berbagai iptek baru. Metode yang juga mendapat
sebutan metode kuantitatif karena datanya berupa angka dan analisis menggunakan statistik.
- Bersifat kualitatif
Untuk metode kualitatif juga disebut dengan metode postpositivistik
dikarenakan berasaskan pada filsafat postpositivistik. Selain itu metode ini
disebut dengan metode artistik dikarenakan proses penelitian yang dilakukan
cenderung bersifat seni atau kurang terpola. Tidak hanya itu sebutan lain dari
metode ini yaitu metode penelitian naturalistik dikarenakan penelitian yang
dilakukan dalam kondisi alamiah dan metode ini kebanyakan digunakan untuk
penelitian di bidang antropologi budaya. Sebenarnya mengapa disebut dengan
metode kualitatif dikarenakan data yang dikumpulkan serta analisisnya cenderung
bersifat kualitatif.
Ø
Pengertian metode penelitian menurut para ahli
·
Menurut Nazir, seorang peneliti sebelum melaksanakan
penelitian, sebaiknya menjawab terlebih dahulu tiga buah pertanyaan, yaitu :
1. Urutan kerja apakan yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian
?
2. Alat-alat apakah yang akan digunakan dalam mengukur atau mengumpulkan
data ?
3. Bagaimana melakukan penelitian tersebut ?
·
Menurut kamus Webster Internasional :
Penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari
fakta dan prinsip-prinsip.
·
Menurut Ilmuwan Hillway:
Penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang
melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah,
sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.
·
Menurut Parsons :
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (Inquery) secara sistematis dengan
penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat
dipecahkan.
·
Menurut Jhon :
Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas
untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum
·
Menurut Dewey :
Penelitian adalah transformasi yang terkendalikan atau terarah dari situasi
yang dikenal dalam kenyatan-kenyataan yang ada padanya dan hubungannya, seperti
mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu keseluruhan yang bersatu
padu.
·
Menurut Woodey :
Penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran yang merupakan
sebuah pemikiran kritis.
·
Menurut KBBI :
Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian
data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu
persoalan atau menguji hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.
·
Menurut Sugiyono
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu
·
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata
Metode penelitian sebagai rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan
penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosoif
dan ideologis.
·
David H Penny
Penelitian adalah pemikiran
yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan
pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
·
Suprapto
Penelitian adalah penyelidikan
dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan fakta –fakta atau
prinsip-prisip dengan sabar, hati-hati, serta sistematis.
·
Sutrisno Hadi
Sesuai dengan tujuannya,
penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembaggkan, dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan.
·
Mohammad Ali
Penelitian adalah suatu cara
untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau asaha mencari bukti-bukti yang
muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali
sehingga diperoleh pemecahannya.
·
Menurut Hilway
Mengatakan bahwa Penelitian itu
tidak lain dari suatu metode study yang dilakukan oleh seseorang melalui
penyelidikan yang hati-hati, dengan sempurna terhadap suatu masalah.
·
Menurut Widneiy
Mengatakan bahwa penelitian merupakan suatu metode
untuk menemukan kebenaran sehingga penelitian itu juga merupakan metode
penelitian secara kritis.
Dari pengertian
di atas kita dapat mengetahui bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan
masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode
ilmiah. Secara lebih luas lagi Sugiyono[3] menjelaskan bahwa metode penelitian
adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat
ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga
pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi
masalah.
Ø Metode penelitian hukum
penelitian hukum pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
dasar pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Untuk kemudian diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut dan mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Menurut SOERJONO SOEKANTO, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan
ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan
jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Menurut SOETANDYO WIGNYOSOEBROTO, penelitian
hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar
(right answer) dan/atau jawaban yang
tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk
menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang
cermat, berkererandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan
yang ada.
Menurut T. M. RADHIE, penelitian dalam ilmu
hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk
mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasi fakta serta
hubungan di lapangan hukum dan di lapangan lain-lain yang relevan bagi
kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah unutuk menanggapi
berbagai fakta dan hubungan tersebut.
Menurut Peter Mahmud Marzuki (2011 : 35), penelitian
hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Hal ini
sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada
tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian
hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Jenis Pendekatan
Penelitian hukum mengenal beberapa
pendekatan yang digunakan untuk mengkaji setiap permasalahan. jenis-jenis
pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan Undang-undang (statute
approach)
Pendekatan undang-undang dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani(Ibid., 2011 : 93). Pendekatan
perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik
secara praktis maupun akademis.
Bagi penelitian untuk kegiatan
praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti
untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang
dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang
Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan
suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid., 2011 : 93-94)
Bagi penelitian untuk kegiatan
akademis, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya
undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis
suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu mengungkap kandungan filosofis
yang ada di belakang undang-undang itu. Memahami kandungan filosofis yang ada
di belakang undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan
mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang
dihadapi. (Ibid.)
2. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus dilakukan dengan
cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah
menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa
kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok
di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu
pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. (Ibid., 2011 : 94)
Secara praktis ataupun akademis,
pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning
tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu
hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi
kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus
ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan
suatu studi dari berbagai aspek hukum. (Ibid.)
3. Pendekatan Historis (Historical Approach)
Pendekatan historis dilakukan
dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan
mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti
untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang
dipelajari. Pendekatan historis ini diperlukan kalau memang peneliti menganggap
bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu
dilahirkan, dan memang mempunyai relevansi dengan masa kini. (Ibid., 2011 :
94-95)
4. Pendekatan Komparatif (Comparative
Approach)
Pendekatan komparatif dilakukan
dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu
atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga
diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan pengadilan di beberapa
negara untuk kasus yang sama. (Ibid., 2011 : 95)
Kegunaan dalam pendekatan ini
adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang
tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara ketentuan
undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang itu. Dengan
demikian perbandingan tersebut, peneliti akan memperoleh gambaran mengenai
konsistensi antara filosofi dan undang-undang di beberapa negara. Hal ini sama
juga dapat dilakukan dengan memperbandingkan putusan pengadilan antara suatu
negara dengan negara lain untuk kasus serupa. (Ibid.)
5. Pendekatan Konseptual (Conceptual
Approach)
Pendekatan konseptual beranjak
dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang
dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid.)
Berkaitan dengan uraian mengenai
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum, penulis
sedikit tertarik dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan historis
(sejarah) dan pendekatan komparatif (perbandingan). Peter de Cruz mempunyai
pendapat lain terhadap kedua macam pendekatan tersebut. Dalam bukunya yang
berjudul Comperative Law in a Changing World yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law, dan
Socialist Law” (2010 : 14), menjelaskan bahwa sejarah hukum adalah sebuah
kondisi yang sangat vital bagi sebuah
evolusi kritis terhadap hukum dan sebuah pemahaman tentang pengoperasian
konsep-konsep hukum yang merupakan tujuan utama dari hukum komparatif. Seperti
itu yang telah ditemukan oleh sejumlah ahli hukum, sejarah hukum komparatif
adalah hukum komparatif vertikal, dan perbandingan dari sistem-sistem hukum
modern adalah hukum komparatif horizontal.
Berdasarkan pendapat Peter de Cruz
di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan historis merupakan
pendekatan perbandingan yang bersifat horizontal, yaitu mempelajari sejarah
terciptanya suatu norma yang tertuang di
dalam suatu perundang-undangan. Sedangkan pendekatan komparatif itu sendiri
bersifat vertikal, yaitu pendekatan yang mempelajari perbandingan norma dalam
undang-undang antara sistem hukum di beberapa negara. Untuk itu penulis dapat
memberi pendapat bahwa, pendekatan historis dan komparatif merupakan satu
kesatuan dari perbandingan sistem hukum.
Selain pendekatan-pendekatan dalam
melakukan penelitian hukum tersebut di atas, menurut Johnny Ibrahim (2012)
pendekatan lainnya yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum selain yang
disebutkan oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu Pendekatan Analitis (analytical
approach) dan Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach).
Maksud utama dari Pendekatan
analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh
istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara
konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan
hukum. hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. pertama, sang peneliti
berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang
bersangkutan. kedua, mengkaji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktek
melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. (Johnny Ibrahim, 2012 : 310)
Pengertian hukum (rechtsbegrip)
menduduki tempat penting, baik yang tersimbolkan dalam kata yang digunakan
maupun yang tersusun dalam sebuah aturan hukum, tidak jarang sebuah kata atau
definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya.
kemungkinan, makna yang pernah diberikan kepada suata kata atau definisi
tersebut sudah tidak memadai, baik oleh perkembangan zaman atau untuk memenuhi
kepentingan sifat sebuah system yang all-inclusive sehingga diperlukan pemberian
makna yang baru pada kata atau definisi yang ada, karena ketepatan makna
diperlukan demi kepastian hukum sementara itu menemukan makna (begrip) pada
kata atau sefinisi hukum merupakan kegiatan keilmuan hukum aspek normatif.
(Ibid., hal. 310-311)
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum,
asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. Misalnya,
konsep yuridis tentang subyek hukum, obyek hukum, hak milik, perkawinan,
perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli, wanprestasi, perbuatan
melanggar hukum, delik dan sebagainya. (Ibid., hal. 311)
Pendekatan yang selanjutnya
digunakan dalam penelitian adalah pedekatan filsafat. Dengan sifat filsafat
yang menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, penjelajah filsafat akan mengupas
isu hukum (legal issue) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupas
secara mendalam. Socrates pernah mengatakan bahwa tugas filsafat sebenarnya
bukan menjawap pertanyaan yang diajukan, tetapi mempersoalkan jawaban yang
diberikan. dengan demikian penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran
ontologis, ajaran tentang hakikat, aksiologis (ajaran tentang nilai),
epistimolois (ajaran tentang pengetahuan), telelogis (ajaran tentang tujuan)
untuk menjelaskan secara mendalam sejauh dimungkinkan oleh pencapaian
pengetahuan manusia. (Ibid., hal. 320)
Pengetahuan filsafat dimulai
dengan sikap ilmuan yang rendah hati, berani mengoreksi diri, berterus terang
dalam memberikan dasar pembenaran terhadap njawaban atas pertanyaan apakah ilmu
yang dikuasai saat ini telah mencakup segenap pengetahuan yang ada, pada
batasan manakah ilmu itu dimulai dan pada batasan mana ia berhenti, dan apakah
kelebihan dan kekurangan ilmu itu. (Ibid.)
Berdasarkan ciri filsafat tersebut,
dibantu dengan pendekatan (approach) yang tepat, seyogyanya dapat dilakukan apa
yang dinamakan oleh Ziegler sebagai Fundamental Research, yaitu suatu
penelitian yang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap imlikasi
sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat
atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat,
ilmu bahasa, ekonomi serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan
suatu aturan hukum.(Ibid., hal. 320-321)
Ø Sumber-sumber Dalam Penelitian hukum
Setiap penelitian ilmiah mempunyai
sumber-sumber sebagai bahan rujukan guna mendukung argumentasi peneliti.
Berbeda dengan sumber-sumber rujukan yang ada pada penelitian di bidang ilmu
lain, dalam penelitian hukum yang bersifat normatif tidak mengenal adanya data
(Ibid., 2011 : 141). Sumber rujukan penelitian hukum normatif sendiri berasal
dari bahan hukum yang penulis sebagai berikut:
1.
Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan
hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim. Untuk bahan hukum primer
yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar (UUD) karena semua
peraturan di bawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh bertentangan dengan
UUD. Bahan hukum primer yang selanjutnya adalah undang-undang. Undang-undang
merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan
hukum mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. Sejalan dengan
undang-undang, untuk tingkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda) yang
mempunyai otoritas tertinggi untuk tingkat daerahnya karena dibuat oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan daerah. Bahan hukum primer yang dibawah
otoritas undang-undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau
peraturan suatu Badan atau Lembaga Negara sebagai mana disebutkan dalam Pasal 7
Ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Sedangkan untuk tingkat daerah, Keputusan Kepala Daerah
mempunyai otoritas yang lebih rendah dibandingkan Perda. (Ibid., 2011 :
141-142)
Bahan hukum primer disamping
perundang-undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan. Putusan
pengadilan merupakan konkretisasi dari perundang-undangan. Putusan pengadilan
inilah sebenarnya merupakan law ini action. (Ibid.)
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,
dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. (Loc.Cit.)
Menurut penulis, bahan hukum
sekunder pula memiliki tingkatan yang didasarkan pada jenisnya. Hal tersebut
dapat diketahui bahwa bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena
buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi
(Ibid. 2013 : 142). Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa
tulisan-tulisan baik tentang hukum dalam buku atau-pun jurnal-jurnal.
Tulisan-tulisan hukum tersebut berisi tentang perkembangan atau isu-isu aktual
mengenai hukum bidang tertentu (Ibid. 2013 : 143).
Selain kedua jenis bahan hukum tersebut di
atas, untuk keper-lukan penelitian seorang peneliti dapat pula merujuk beberapa
rujukan yang berasal dari bahan-bahan non-hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki
(Ibid.), bahan-bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik,
Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan, atau pun laporan penelitian non-hukum
dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik
penelitian. Relevan atau tidaknya bahan-bahan non-hukum bergantung dari
peneliti terhadap bahan-bahan itu.
Ø
Metode
penelitian hukum Berdasarkan fokus kajiannya
Metodologi penelitian hukum
berdasarkan fokus kajiannya terbagi menjadi tiga bagian yakni:
Metode penelitian normatif
Mengenai istilah penelitian hukum normatif,
tidak terdapat keseragaman diantara para ahli hukum. Diantara pendapat beberapa
ahli hukum, yakni Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, menyebutkan dengan
istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum
kepustakaan[1]. Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode
penelitian hukum doctrinal[2]. Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan istilah
metode penelitian hukum normatif[3]. dan Ronny Hanitjo Soemitro (Almarhum),
menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum yang normatif atau metode
penelitian hukum yang doctrinal[4].
Metode penelitian hukum jenis ini
juga biasa disebut sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian
perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini
hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini
sangat erat hubungannya pada pada perpustakaan karena akan membutuhkan
data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Hal ini disebabkan pada
penelitian normatif fokus pada studi kepustakaan dengan menggunakan berbagai
sumber data sekunder seperti pasal-pasal perundangan, berbagai teori hukum,
hasil karya ilmiah para sarjana.
Dalam penelitian hukum normatif
hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi,
perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan
pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta
bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.
Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai
cakupan yang luas.
Penelitian Hukum Normatif (yuridis
normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder belaka[5]. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi konsep dan asas-asas serta prinsip-prinsip syariah yang
digunakan untuk mengatur perbankan syariah, khususnya sistem pembiayaan
murabahah. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara
berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum
yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk
sesuatu yang sifatnya khusus)[6
Dalam
kaitannya dengan penelitian normatif di sini akan digunakan beberapa pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
Pendekatan
perundang-undangan (statute approach)adalah suatu pendekatan yang
dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan pembiayaan murabahah di
perbankan syariah, seperti : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, tentang
Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3
Tahun 2004, tentang Bank Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional, Peraturan
Bank Indonesia Nomor : 9/19/PBI/2007, tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah dan peraturan organik lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
2. Pendekatan Konsep (conceptual approach)
Pendekatan
konsep (conceptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep
tentang : pembiayaan murabahah, akad (perjanjian). Dengan
didapatkan konsep yang jelas maka diharapkan penormaan dalam aturan hukum
kedepan tidak lagi terjadi pemahaman yang kabur dan ambigu.
Metode
penelitian normatif-empiris
Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai
unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan
hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini
terdapat tiga kategori yakni:
a. Non judicial Case Study, merupakan pendekatan studi kasus hukum
yang tanpa konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
b. Judicial Case Study, pendekatan judicial case study ini merupakan
pendekatan studi kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur
tangan dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian
(yurisprudensi).
c. Live Case Study, pendekatan live case study merupakan pendekatan
pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum
berakhir.
Metode
penelitian empiris
Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang
berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana
bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini
meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum
empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan
bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu
masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.
Penelitian
Hukum Sosiologis atau empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk
mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode
berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang
digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara
koresponden adalah fakta yang mutakhir[8].
Cara kerja dari metode yuridis sosiologis dalam penelitian tesis ini, yaitu
dari hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi
kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam
menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan pengujian
secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam
masyarakat. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan
reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi.
Berikut ini merupakan daftar perbandingan antara penelitian hukum normatif
dan empiris.
TAHAP PENELITIAN
|
PENELITIAN HUKUM NORMATIF
|
PENELITIAN HUKUM EMPIRIS
|
Metode pendekatan
|
Normatif/ juridis, hukum diidentifikasikan sebagai norma peraturan atau
undang-undang (UU)
|
Empiris/ sosiologis, hukum diidentifikasikan sebagai perilaku yang
mempola
|
Kerangka teori
|
Teori-teori intern tentang hukum seperti undang-undang (UU), peraturan
pemerintah.Pembuktian melalui pasal.
|
Teori sosial mengenai hukum atau teori hukum sosiologis.Pembuktian
melalui masyarakat.
|
Data
|
Menggunaan data skunder (data yang diperoleh dari studi kepustakaan)
|
Menggunakan data primer (data yang diperoleh langsung dari kehidupan
masyarakat dengan cara wawancara, observasi, kuesioner, sample dan lain-lain)
|
Objek kajian
|
Hukum positif (aspek internal)
|
Aspek internal dari hukum positif
|
Optik yang digunakan
|
Preskriptif
|
Netral, objektif, deskriptif
|
Teknik pengumpulan data
|
Data skunder dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan.Data primer
dikumpulkan dengan cara wawancara
|
|
Dasar untuk menganalisis
|
Norma, yurisprudensi, dan doktrin
|
Teori-teori sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum atau
teori-teori sosial
|
Logika berfikir
|
Deduktif
|
Induktif
|
Tujuan
|
Membuat keputusan/ menyelesaikan masalah
|
Deskriptif, ekplanatif (memahami), prediktif
|
Bentuk analisis
|
Logis normatif (berdasarkan logika dan peraturan UU), silogisme (menarik
kesimpulan yang telahada), kualitatif
|
Kuantitatif (kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka)
|
Berdasarkan
Sudut Bentuknya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut bentuknya terbagai menjadi:
- Metode Penelitian Diagnostik
Metode penelitian diagnostik merupakan metode penelitian yang dirancang
dengan menuntun seorang peneliti ke arah suatu tindakan, sehingga dengan metode
penelitian ini peneliti akan di arahkan pada sebab-sebab timbulnya suatu
gejala.
- Metode Penelitian
Preskriptif
Menurut Prasetyo Hadi Purwandaka (2009:4) penelitian preskriptif merupakan
penelitian untuk mendapatkan saran-saran dalam mengatasi masalah tertentu.
Tidak berbeda halnya dengan dengan penulis buku Pengantar Penelitian Hukum
(1981:10) yakni Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa penelitian preskriptif
adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran untuk
memecahkan masalah-masalah tertentu.
- Metode Penelitian
Evaluatif
Metode penelitian evaluatif adalah penelian yang bertujuan untuk menilai
baik penelitian tersebut melalui pengujian maupun melalui analisis hubungan
yang terjadi pada antar variabel.
Berdasarkan
Sudut Penerapannya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut penerapannya, terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
- Penelitian Murni,
Penelitian murni merupakan salah satu jenis penelitian sosial yang memiliki
orientasi pada bidang akademis.
- Penelitian Terapan,
Menurut Maryati dalam buku sosiologi penelitian terapan merupakan salah
satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahn
tertentu secara praktis.
- Fokus Masalah,
Merupakan penelitian yang ditujukan pada suatu permasalahan yang sedang
ramai dibicarakan masyarakat luas.
Berdasarkan
Sudut Tujuannya
Metodologi penelitian hukum berdasarkan sudut tujuannya, terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
- Penelitian Fact Finding
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan berbagai fakta yang ada
dari suatu permasalahan
- Penelitian Problem
Identification
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pokok
permasalahan dari tema/ permasalahan yang diteliti.
- Penelitian Problem
Solution
Merupakan penelitian yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan dengan
mencari solusinya.
Ø
LOKASI
PENELITIAN
Penelitian
ini akan dilakukan pada perbankan syariah di Kota Mataram, yaitu di Bank
Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Mataram dan Bank Syariah BRI Cabang Mataram,
dengan pertimbangan bahwa Bank Muamalat Indonesia adalah merupakan bank syariah
pertama yang beroperasi di Indonesia, sedangkan Bank Syariah BRI sebelumnya
adalah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Rakyat Indonesia yang
kemudian dipisahkan dan berdiri sendiri sebagai Bank Umum Syariah (BUS),
sehingga menarik untuk diteliti, apakah dengan perubahan dari UUS menjadi BUS akan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan operasional bank
tersebut.
Ø
SUMBER
DATA/ BAHAN HUKUM
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder (secondary
data) dan data primer (primary data). Data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan
hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk
buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik
pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan data primer ialah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Di dalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari :
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum
yang mengikat, seperti
:
1. Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
2. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah.
3. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992,
tentang Perbankan.
4. Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2004, tentang Bank Indonesia.
5. Peraturan
Bank Indonesia Nomor : 9/19/PBI/2007, Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan
Kagiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
6. Fatwa
Dewan Syariah Nasional.
b)
Bahan-bahan
hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum
primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer[13],
seperti: Tafsir Al-Qur’an, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel
ilmiah, dan makalah hasil seminar.
c)
Bahan
hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa
Indonesia, Inggris, dan Arab, serta kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah
hukum, ekonomi, dan perbankan.
Ø
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah studi kepustakaan; pengamatan (observasi),
wawancara (interview), dan daftar pertanyaan (kuesioner)[14].
Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan di atas, maka dalam
penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Studi Kepustakaan
Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan,
yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai sumber hukum Islam, peraturan perundang-undangan, rancangan
undang-undang, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah
seminar yang berhubungan dengan pembiayaan murabahahpada perbankan
syariah.
b. Wawancara (interview)
Terhadap data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak
terarah (non-directive interview)[15] atau
tidak terstruktur(free flowing interview) yaitu dengan mengadakan
komunikasi langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview
guide) guna mencari jawaban atas pelaksanaan akad pembiayaan dengan
prinsip murabahahpada perbankan syariah di Mataram.
Ø
TEKNIK
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian
lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif
kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data
yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya,
kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum
yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas
permasalahan yang dirumuskan.
Berikut ini
adalah contoh tulisan metode penelitian hukum yang di ambil dari www.pazrilawyer.com
A.
JUDUL :
EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM
SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA
B. LATAR
BELAKANG
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat oleh Presiden (dengan bantuan
Menteri, Pemerintah, tanpa DPR). Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Dalam hal ikhwal kegentingan
yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti
undang-undang”. Oleh karena perdebatan dalam DPR memakan waktu yang lama dan
dengan demikian tidak dapat dijalankan suatu Pemerintahan yang efisien maka
untuk mengatur selekas-lekasnya suatu keadaan yang genting, yang darurat,
Presiden diberi kuasa (wewenang) membuat sendiri yaitu tanpa kerjasama dengan
DPR suatu peraturan bertingkatan undang-undang. Perpu lahir dikala negara,
khususnya Indonesia mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa. mengalami
hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini juga menjadi salah satu pembahasan
dalam Hukum Tata Negara, yaitu mengenai Hukum Tata Negara Darurat. Hukum Tata
Negara Darurat ialah: Rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa
dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan
darurat atau bahaya yang mengancam ke dalam kehidupan kehidupan biasa atau
normal.
Wewenang
Presiden menetapkan Perpu adalah kewenangan yang luar biasa di bidang
perundang-undangan, sedangkan wewenang ikut membentuk undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan Keputusan Presiden adalah wewenang biasa. Dalam praktik sistem perundang-undangan
yang berlaku, Perpu merupakan jenis peraturan perundang-undangan tersendiri.
Secara praktis penggunaan sebagai nama tersendiri dimaksudkan untuk membedakan
dengan PP yang bukan sebagai pengganti undang-undang atau PP. Menurut UUD 1945,
Perpu adalah PP yang ditetapkan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
Pada saat lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004, pengaturan mengenai perpu terdapat pada Pasal 7 ayat 1 dengan urutan yang
itu dari Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah.
Konsep Perpu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat sementara
tidak berlaku adagium untuk “menggantikan perpu tersebut atau untuk menghapus
perpu tersebut”, tetapi hanya adagium “dicabut oleh peraturan
perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi”. Perpu tidak dapat
dicabut dengan Perpu serupa karena Perpu yang mencabut harus memenuhi syarat hal
ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan perpu yang ada perlu dicabut atau
diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ihkwal
kegentingan yang memaksa. Perpu yang dicabut harus juga diajukan ke DPR, yaitu
Perpu tentang pencabutan Perpu tersebut.
Undang-
Undang Dasar Negara Republok Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 22 menegaskan,
“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak mengeluarkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus
mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat
persetujuan, maka peraturan pemerintah harus dicabut.” Ketentuan dalam Pasal 22
tersebut mengisyaratkan apabila keadaannya lebih genting dan amat terpaksa dan
memaksa, tanpa menunggu adanya syarat-syarat yang ditentukan lebih dahulu oleh
dan dalam suatu undang-undang, serta bagaimana akibat-akibat yang tidak sempat
ditunggu dan ditetapkan dalam suatu undang-undang, Presiden berhak menetapkan
Perppu sekaligus menyatakan suatu keadaan bahaya dan darurat.[1]
Unsur
“kegentingan yang memaksa” harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu: (1) Ada
krisis (crisis), dan (2) Kemendesakan (emergency). Suatu keadaan krisis apabila
terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave
and sudden disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai
keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera
tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda
permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness) apabila
tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun
terhadap jalannya pemerintahan.[2]
Menurut
Jimly Asshiddiqie, syarat materiil untuk penetapan Perppu itu ada tiga,
yaitu:[3] Ada kebutuhan yang mendesak untuk bertindak atau reasonable
necessity; Waktu yang tersedia terbatas (limited time) atau terdapat
kegentingan waktu; dan Tidak tersedia alternatif lain atau menurut penalaran
yang wajar (beyond reasonable doubt) alternatif lain diperkirakan tidak akan
dapat mengatasi keadaan, sehingga penetapan Perppu merupakan satu-satunya cara
untuk mengatasi keadaan tersebut.
Hal
ikhwal keadaan yang memaksa itu tidak selalu membahayakan. Segala sesuatu yang
“membahayakan” tentu selalu bersifat “kegentingan yang memaksa,” tetapi segala
hal ikhwal kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan. Oleh karena itu,
dalam keadaan bahaya menurut Pasal 12, Presiden dapat menetapkan Perpu kapan
saja diperlukan, tetapi, penetapan Perpu oleh Presiden tidak selalu harus
berarti ada keadaan bahaya lebih dulu. Artinya, dalam kondisi negara dalam
keadaan normal pun, apabila memang memenuhi syarat, Presiden dapat saja
menetapkan suatu Perpu.[4]
Perkataan
“kegentingan yang memaksa” dapat dikatakan berkaitan dengan kendala
ketersediaan waktu yang sangat terbatas untuk menetapkan suatu undang-undang
yang dibutuhkan mendesak sehingga sebagai jalan keluarnya Presiden diberikan
hak dan fasilitas konstitusional untuk menetapkan Perppu untuksementara waktu.
Hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini hanya mengutamakan unsure kebutuhan
hukum yang bersifat mendesak (proporsional legal necessity), sementara waktu
yang tersedia sangat terbatas (limited time) dan tidak memungkinkan untuk
ditetapkannya undang-undang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hukum itu.
Sementara itu, soal ancamannya terhadap keselamatan jiwa, raga, kekayaan,
ataupun lingkungan hidup tidak dipersoalkan.[5]
Pada
hakekatnya Perppu sama dan sederajat dengan Undang-Undang, hanya syarat
pembentukannya yang berbeda. Oleh karena itu, penegasan dalam Pasal 9
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa materi muatan Perppu sama dengan
materi muatan Undang-Undang. Menurut Jimly Asshiddiqie, sebagai konsekuensi
telah bergesernya kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR
berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) baru juncto Pasal 5 ayat (1) baru UUD
1945, maka kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif makin dipertegas. Oleh
karena itu, semua peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden haruslah mengacu
kepada Undang-Undang dan UUD, dan tidak boleh lagi bersifat mandiri seperti Keputusan
Presiden di masa lalu. Satu-satunya peraturan yang dikeluarkan
Presiden/Pemerintah yang dapat bersifat mandiri dalam arti tidak untuk
melaksanakan perintah Undang- Undang adalah berbentuk Perppu yang dapat berlaku
selama-lamanya 1 tahun. Untuk selanjutnya Perppu tersebut harus diajukan untuk
mendapatkan persetujuan DPR. Jika DPR menolak menyetujui Perppu tersebut, maka
menurut ketentuan Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 Presiden harus mencabutnya kembali
dengan tindakan pencabutan. Ketentuan pencabutan ini agar lebih tegas,
sebaiknya disempurnakan menjadi ’tidak berlaku lagi demi hukum. Pembatasan
jangka waktu dan persetujuan DPR mengandung berbagai makna kewenangan membuat
Perpu memberikan kekuasaan luar biasa kepada Presiden.
Menurut
Bagir Manan, di sini tidak berlaku adagium “dicabut oleh peraturan
perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.” Perppu tidak dicabut
dengan Perppu (serupa) karena.[6] Perppu yang mencabut harus memenuhi syarat
hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan Perppu yang ada perlu dicabut
atau diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Perppu yang dibuat harus juga diajukan ke DPR, yaitu
Perppu tentang ppencabutan Perppu. Hal ini tidak praktis. Untuk mengatasi
kesulitan di atas, setiap Perppu hendaknya dicabut dengan undang-undang. Jadi,
apakah Perppu akan disetujui menjadi undang-undang atau akan dicabut harus
diajukan ke DPR dalam bentuk Rancangan Undang-Undang dan diberi bentuk
undang-undang.[7] Dengan menggunakan kewenangan itu, Presiden secara sepihak
dapat mencabut undang-undang yang masih berlaku atau mengatur sesuatu hal yang
seharusnya ditetapkan dengan undang-undang. Mengingat bahwa, dalam instansi
pertama, tidak ada jabatan lain yang berwenang menguji apakah betul terdapat
gejala darurat atau tidak sehingga pengeluaran Perppu itu tergantung sepenuhnya
kepada penilaian subjektif Presiden. Artinya apabila kita melihat upaya
penyelamatan Mahkamah Konstitusi dengan menerbitkan Perpu sepenuhnya penilaian
subjektif presiden yang menganggap hal tersebut merupakan hal yang dianggap
ikhwal dan genting. Berdasarkan
dari dari pemikiran yang telah diuraikan
diatas, Penulis kemudian tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai
permasalahan tersebut ke dalam sebuah penulisan tesis hukum yang berjudul :
EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM
NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA.
C.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian di atas maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini dirumuskan
pada persoalan sebagai berikut :
1. Bagaimana Eksistensi dan Prospek
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum
Negara Republik Indonesia?
2. Bagaimana Prosedur Penolakan dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)?
D. TUJUAN
1.
Tujuan Teoritik :
a) Mengetahui dan mendapatkan gambaran yang
tentang Eksistensi dan Prospek Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia, yang dijabarkan dalam sub
isu antara lain Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
b) Mengetahui tentang Prosedur Penolakan
dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang
dijabarkan dalam sub isu antara lain melui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah
Konstitusi.
2.
Tujuan Praktik :
a) Sebagai salah satu sumbangan pemikiran
untuk perkembangan ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan peneliti hukum juga
bagi pengembangan hukum tata negara.
b) Untuk menambah bahan masukan referensi di
dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, Eksistensi dan Prospek Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
c) Untuk dijadikan bahan masukan dan acuan
bagi para praktisi dan pengusaha serta masyarakat luas yang menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan masalah ini.
E.
METODE
1. Tipe Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi
kepustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan
perundang-undangan, literatur-literatur dan bahan-bahan referensi lainnya yang
berhubungan dengan Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
Pendekatan
Penulis
akan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute
aproach) dalam penulisan
tesis ini karena ini adalah suatu penulisan yang didasari
pada kekaburan norma disamping
menginventarisasi norma oleh sebab itu penulis
memilih menggunakan pendekatan
perundang-undangan selain itu penulis juga menggunakan pendekatan Konseptual (conceptual approach) untuk
memperoleh kejelasan dan
pembenaran ilmiah mengenai
Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara
Republik Indonesia.
Langkah
Penulisan
a. Pemilihan tema atau isu hukum, isu hukum
dalam penulisan tesis ini adalah
mengenai Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara
Republik Indonesia. Penulis memilih isu hukum tersebut karena
permasalahan Prosedur Penolakan
dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang
dijabarkan dalam sub isu antara lain melalui DPR RI atau menguji melalui
Mahkamah Konstitusi.
b. Penulis mengkonsultasikan dengan
dosen pembimbing berkenaan dengan judul dan isu hukum.
c. Melakukan studi kepustakaan menggunakan
metode sistematis.
4. Jenis Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini
ada 2 (dua) yaitu :
a. Bahan hukum primer yang terdiri dari :
1. Undang Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Literatur-literatur,
jurnal hukum, hasil penelitian dan artikel-artikel hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penulisan
ini.
c. Bahan
Hukum Tersier yang terdiri dari :
- Kamus
Hukum
- Kamus
Bahasa Indonesia
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dalam
penelitian ini peneliti mengolah dan menganalisis bahan hukum dengan langkah
berpikir sistematis, dimana bahan hukum primer dianalisis dengan
langkah-langkah normatif dan dilanjutkan dengan pembahasan secara deskriftif
analitik, terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan
mengacu terhadap pokok bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan
penelaahan dengan mengacu kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang
istilah-istilah.
Bahan-bahan
hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content
analysis) yaitu menelaah peraturan perundang-undangan dimaksud.
F.
PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA
Dalam
penulisan tesis ini, penulis membagi
penelitian kedalam 4 (empat) bab, yang mana setiap bab terdiri dari sub-sub bab guna memberi penjelasan yang
sistematis dan efektif.
Pada Bab
I penulis memulainya dengan
PENDAHULUAN, di dalam pendahuluan
terdapat latar belakang
masalah mengapa penulis
mengangkat judul tesis ini, rumusan masalah guna membatasi permasalahan
agar tidak melebar, tujuan penulisan yang ingin di capai, metode yang penulis
gunakan dalam meneliti di dalamnya terdapat penjelasan menganai tipe
penelitian, pendekatan, langkah penulisan, dan
bahan hukum. Kemudian di sambung dengan pertanggungjawaban sistematika.
Pada Bab
II penulis melakukan PEMBAHASAN
I atau pembahasan untuk
permasalahan atau rumusan masalah yang
pertama yaitu Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
Untuk
Bab III penulis melakukan
PEMBAHASAN II atau
pembahasan untuk permasalahan
atau rumusan masalah
yang ke dua yaitu Prosedur
Penolakan dan bentuk hukum yang
dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu).
Pada Bab
IV adalah PENUTUP yang di
dalamnya terdapat kesimpulan dari penelitian tesis dan
untuk menyempurnakannya penulis memberikan saran.
G.
RANCANGAN SUSUNAN BAB
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Pertanggung Jawaban Sistematika
F. Rancangan Susunan BAB
G. Bahan-bahan awal
BAB
II. EKSISTENSI DAN PROSPEK
PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA
REPUBLIK INDOENSIA
A. Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
B. Teori Perundang-undangan dalam sistem
norma hukum negara Republik Indonesia
BAB
III PROSEDUR PENOLAKAN DAN
BENTUK HUKUM YANG DIPERGUNAKAN UNTUK PENCABUTAN PERATURAN PENGGANTI
UNDANG-UNDANG (PERPU)
A. Prosedur Penolakan dan Pencabutan Perpu
B. Political Review Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) upaya pembatalan Perpu.
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
ISI
Ni’matul
Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, FH UII Press,
Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
Bagir
Manan, Lembaga Kepresidenan, Pusat studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama
Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.
Jimly
Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 282.
Sumber tulisan
:
www.pengertianpakar.com / MPH
www.cangcot.net > informasi pendidikan
widshudata.weebly.com / MPH
www.academia.edu
belajar.dedeyahya.web.id
www.dosenpendidikan.com
fikihpodungge.blogspot.com
perpustakaanfaiunlat.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar